Cerita Persalinan : Welcome, Guan Alsava Ganapatih!

Dokumentasi Pribadi

Hari sabtu, tanggal 18 Juli 2020 adalah jadwal kontrol rutin mingguan karena sudah lewat dari 36 weeks. Tidak ada yang berbeda hanya penasaran saja usia kandungan sudah 38 weeks tapi tak kunjung juga rasa mules datang menghampiri. 

Selain melakukan usaha-usaha seperti jalan kaki, main gymball, berhubungan suami-istri, aku pun mencoba mengajak ngobrol bayiku saat itu. Intinya, mau dengan cara apapun aku siap bertemu denganmu, kataku. Sama halnya dengan suami yang berkata, "Apapun caranya kamu harus siap, mau normal atau sesar,".

Menunggu antrian aku dan suami masih sempat main PUBG di rumah sakit, maklum saja, antriannya bisa sampai 2 jam karena banyaknya pasien. Tiba saatnya aku diperiksa, dokter Stella yang ramah mempersilahkan aku ke ruang periksa untuk di USG. 

"Ketubannya mulai berkurang, dan warnanya sedikit keruh, kamu CTG ya," kata dokter. 

"Deg," sejujurnya aku deg-degan. 

Aku dirujuk ke ruangan bersalin untuk dilakukan CTG. CTG adalah alat yang digunakan untuk memantau aktivitas dan denyut jantung janin serta kontraksi rahim saat bayi di dalam kandungan. Melalui pemeriksaan ini dokter dapat mengevaluasi apakah kondisi janin sehat sebelum dan selama persalinan. (Sumber : alodokter.com).

Menunggu sekitar 1 jam, hasil CTG keluar dan suster langsung memberikannya ke dokter di ruangan. Dokter menginformasikan bahwa kondisi janin dalam keadaan baik sehingga tidak perlu dilakukan tindakan sekarang. Aku diberikan waktu sampai hari rabu tanggal 22 Juli 2020, semoga saja sudah ada rasa mulas dan bisa segera bersalin.

Seperti biasa dalam rentang waktu dari Sabtu menuju ke Rabu aku dan suami melakukan usaha-usaha untuk merancang kontraksi rahim, seperti jalan kaki, main gym ball, dll. Sampai aku merasa badanku sakit-sakit, akhirnya suatu malam suamiku kembali berkata, "Apapun caranya kamu harus siap,". Honestly aku ketakutan jika harus sesar, sumpah! Wajahku benar-benar tidak bisa menyembunyikan kegelisahan yang aku rasakan. Berulang kali suamiku menyemangati, "Harusnya kita senang karena sebentar lagi akan ketemu sama Babang,".

Senin sore, ketika aku selesai BAK tiba-tiba ada air yang keluar dari vagina, karena panik langsung aku lap dengan daster. Aku khawatir ini air ketuban yang keluar, mau mengamati warnanya pun susah, aku mencoba mencium baunya dan tidak berbau. Lalu konsultasi ke dokter Stella, menurut beliau jika tidak terus-terusan tidak masalah. 

Selasa malam, aku belum juga merasakan rasa mulas. Sebelum tidur aku berkata pada suamiku,

"Yang, kayaknya aku sesar deh," . Suamiku menjawab, "Iya sepertinya, feelingku begitu,". 

Sejujurnya, 3 hari itu aku sama sekali tidak bisa tidur nyenyak. Selain karena perut yang sudah sangat besar, pikiran yang tidak tenang pun membuat aku kesulitan untuk tertidur. 

Rabu, tanggal 22 Juli 2020. Aku kembali ke rumah sakit untuk melakukan pengecekan terhadap kandunganku, tentunya dengan kondisi yang belum mules juga. Tak lama kemudian, aku sudah berada di ruangan dokter dan pertanyaan pertama yang dokter tanyakan adalah, "Belum mules juga ya?", "Iya dok," jawabku. Lalu, dokter melakukan USG terhadap kandunganku. 

Hasilnya, kepala bayi belum masuk panggul juga, lalu air ketuban sudah semakin berkurang, kalau tidak salah indeks nya waktu 7,2 jika sudah ada diangka 6 mau tidak mau harus langsung tindakan. Perihal kondisi air ketuban yang keruh memang kondisinya tidak berubah dari terakhir kontrol. 

"Kalaupun diinduksi peluangnya hanya sekitar 30%,"

Jadi aku dan suami sempat bertanya bagaimana kalau mengusahakan untuk persalinan normal. Dokter mengatakan bahwa jika diinduksi pun peluangnya hanya 30% artinya ujung-ujungnya aku harus disesar juga dan itu istilahnya sakitnya akan dua kali. 

Sejujurnya saat itu aku ketakutan karena banyak cerita orang habis melahirkan malah komplikasi dan lain-lain, tapi ada yang lebih aku perhatikan yakni kondisi bayiku, bener ya naluri seorang Mama, Mama akan melakukan apapun untuk kebaikan anaknya. 

Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya aku dan suami memutuskan bahwa persalinan kali ini akan dilakukan secara sesar. Tampaknya dokter pun melihat kepanikan yang terpancar dari wajahku, lalu beliau mengajak bercerita ngalor-ngidul agar aku tetap tenang. 

"Dok, sakit gak sih?" pertanyaan polos itu keluar dari mulutku. 

Dokter tersenyum dan berkata, "Aku udah baca kamu panik ya? Tenang aja, nanti diruang operasi banyak orang kok kamu engga sendirian, palingan yang sedikit tegang itu pas disuntiknya aja,". Ya gimanapun seumur hidup baru kali ini aku akan dioperasi jadi wajar kalau aku jiper. 

Aku singkat ya ceritanya hehe. 

Pas tanggal 24 Juli 2020. Malam harinya aku dan suami memastikan barang-barang yang akan dibawa ke rumah sakit (bahasan mengenai barang yang wajib dibawa ke rumah sakit akan aku bahas terpisah ya) agar tidak ketinggalan. 

Oya, ketika akan operasi sesar ada hal-hal yang harus diperhatikan ya, misalnya aku akan dioperasi jam 13.30, makan berat aku terakhir adalah jam 7 pagi dan minum terakhir aku jam 8 pagi. Honestly makin mendekati waktu tindakan aku makin deg-degan. 

Jam 8 pagi aku dan suami berangkat ke rumah sakit. Membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk sampai di RS Mitra Kelapa Gading dari kediaman kami. Selanjutnya, kami menemui counter rawat inap untuk mengurus administrasi. Setelah selesai urusan administrasi, aku dan suami melakukan rapid test sebagai syarat utama untuk melahirkan di rumah sakit ini. 

Jadi, aku dan suami menunggu hasil rapid sekitar 2 jam sambil deg-degan engga karuan. Tadinya mau balik ke apartemen lagi, tapi dipikir-pikir sayang banget udah kesini, yaudah akhirnya kita nunggu di mobil ampir 2 jam. Karena merasa lama, akhirnya aku dan suami coba tanya ke bagian Lab dan ternyata hasil udah ada dari tadi dong :(. 

Abis dapat hasil rapid kita langsung ke lantai 2 ruang bersalin. Lalu, aku kembali di CTG dan mempersiapkan operasi seperti suntik ini itu, honestly udah engga fokus disuntik apa aja saat itu karena aku tegang beneran. Suami datang ke ruangan pas aku CTG, masa dia coba menenangkan aku tapi muka dia sendiri panik hhaha. Selesai di suntik, aku diarahkan ke ruang perawatan. Disana aku bener-bener makin tegang, engga bisa jauh dari suami, pokoknya pegangan terus. 

"Kok kayak lama banget ya yang?" kataku. 

Kata suami aku harus semangat karena sebentar lagi bakal ketemu anak kita. Disisi lain aku ketakutan karena akan dioperasi which is ini first time buat aku, tapi disisi lain bahagia karena bakal ketemu sama anakku. Tiba-tiba suster datang ke ruangan kami dan memberikan baju operasi. 

Setelah mengganti baju, aku tinggal menunggu suster datang saja untuk diantarkan ke ruangan operasi. Tak lama kemudian, sekitar jam 13.20 dua orang suster datang dan mengatakan waktunya aku dioperasi, aku lihat muka suamiku semakin tegang hahaha. Selama didorong ke ruang operasi aku beneran pegang tangan suami aku dan rasanya sedih pas mau masuk ruang operasi karena suami enggak boleh ikut ke dalam. 

Aku masuk ke ruang operasi, lalu dihampiri oleh seorang petugas laki-laki yang sangat ramah. Aku masih bisa tanya-tanya ke beliau dan yang membuat aku tenang salah satunya, "Ibu tenang ya, nanti kalau ada apa-apa ibu bilang sama saya,". 

Lalu, aku dibawa masuk ke ruang tindakan. Dingin euy! Sumpah aku panik banget dan saat itu udah beneran pasrah sama Tuhan apa yang akan terjadi. Beruntung sekali punya dokter yang tenang banget, beliau mencoba menenangkan aku saat kondisi seperti itu. Katanya, sesar itu engga sakit, paling sakitnya pas suntik anestesi dan pas pengaruh anestesinya abis haha. Tapi alhamdulillah banget loh, aku enggak merasakan sakit sama sekali ketika disuntik, padahal kata temanku itu bagian yang paling sakit. Oya, yang dokter anestesinya bapaknya Afgan Syahreza ternyata haha. 

Abis itu, aku merasakan kakiku kesemutan. Aku disuruh untuk angkat kaki, tapi ternyata udah enggak kerasa. Lalu, dokter mulai melakukan tindakan, aku merasakan kantuk yang luar biasa tapi aku tetap terjaga. Demi Tuhan aku enggak merasakan apa-apa ketika dokter menyayat kulit perutku. 

Lalu, seorang perawat bilang, "Bu nanti saya pegang perut ibu ya buat bantu dorong bayinya,". Aku mengangguk saja karena rasa kantuk yang luar biasa. Lalu, tiba-tiba sebuah suara tangis bayi yang melengking mengisi ruangan tersebut. 

Dokumentasi Pribadi


Bayiku lahir dengan selamat dan sempurna. Alhamdulillah! 

Beneran loh, aku engga bisa nangis karena aku takjub ada bayi di dada aku. Kebingungan sendiri sumpah, kayak mimpi ternyata aku udah jadi ibu sekarang. Engga sampai 30 menit ternyata, cuma 15 menit bayi udah lahir. 

Setelah operasi selesai, aku dibawa ke ruang pemulihan untuk melihat apakah ada efek dari biusnya atau tidak. Saat itu, yang aku rasakan dingin sekali sumpah, aku sampai menggigil, lalu si perawat tadi mencoba membantu aku dengan memberikan mesin penghangat. 

Setelah dipastikan aku tidak ada efek apa-apa aku dibawa ke ruang perawatan kembali sementara bayiku masih dalam tahap observasi. Pas keluar ruangan operasi aku melihat suamiku berlari menghampiriku, katanya dia was-was istrinya kok belum keluar hehe. 

Nah, begitulah cerita persalinanku anak pertama. Its amazing guys, aku bersyukur sama Tuhan atas kesempatan ini. 











No comments