Surat untuk Adik Laki-Lakiku, dari Kakak Perempuanmu yang Banyak Kurangnya.

Adikku sudah besar!

Dik, saat aku menulis ini untukmu, mungkin kamu sedang sibuk mengerjakan pekerjaan kantormu. Katamu, kamu sudah besar dan dewasa sekarang, permasalahan tak hanya soal minta uang buat jajan. 

Gimana Dik dunia orang dewasa? Apa yang berbeda dengan dunia masa kecilmu? Pasti beda ya ? Ya memang benar! Dunia orang dewasa banyak kejutan tapi gak ada sekolahnya. Kadang-kadang kita dipaksa belajar otodidak tanpa pertanyaan siap atau tidak.

Banyak yang berubah ya Dik? 

Sawah depan rumah yang dulu sering dipakai bermain bola sekarang sudah mulai dibangun rumah-rumah warga. Selokan yang dulu tempat kita mencari ikan, sekarang dipenuhi sampah dan warnanya cokelat tidak karuan. 

Tapi tidak dengan status kita, Dik. Kamu adalah adik laki-lakiku yang sampai kapanpun akan tetap menjadi adik laki-lakiku, dan aku adalah kakak perempuanmu yang sampai kapanpun akan jadi kakak perempuanmu. 

Baik dan buruk, ikatan kita tidak akan terpisah sampai kapan pun. Sebab, dalam tubuh kita mengalir darah yang sama, yang sampai kapan pun tidak akan pernah menjadi berbeda. 

Hari ini kamu telah tubuh dewasa menjadi seorang Pria. Yang dulu bisa aku suruh ini itu, sekarang sudah bisa memutuskan mana yang ingin kamu lakukan, mana yang tidak. Mana yang bermanfaat buat kamu, dan mana yang tidak. Bahkan terkadang untuk beberapa hal, kamu jauh lebih dewasa menyikapi dari pada aku. 

Aku cenderung gampang galau, tapi kamu masih bisa berpikir tenang. Bahkan beberapa hal tentang "uang" kamu sering menceramahiku. Katamu, "mengejar uang gak akan ada ujungnya". Memang benar, tapi gak punya uang pusing juga tau!

Pagi ini, aku ingin menuliskan sebuah surat untukmu. Tak banyak, tapi semoga apa yang menjadi pesanku untukmu menjadi kalimat-kalimat jitu kelak ketika kamu menjadi seorang Suami. 

...

Dik, kelak kamu akan mengucapkan ijab qabul di depan Bapaknya atau Wali dari anak perempuan yang kamu cintai. Saat itu, mungkin aku akan jadi orang yang akan menitikkan air mata paling banyak tanda bahagia bercampur haru. 

Ah, membayangkan nya saja membuatku tersenyum sekarang, apalagi kelak saat menyaksikannya. Pasalnya, aku teringat saat kamu masih bisa kugendong dulu. Pernah suatu ketika ada orang-orang yang membully-mu, dan aku adalah orang pertama yang mengejar mereka dan berteriak, "Jangan ganggu adikku,". 

Dik, perempuan yang kelak menjadi pendamping hidupmu adalah dia yang dibesarkan dengan cara terbaik oleh Ibu Bapaknya. Yang dilahirkan kedunia ini dengan pengorbanan bertaruh nyawa Ibunya dan diberi makan hasil mencari nafkah Bapaknya. Tentu Dik, Bapaknya akan memberikan makanan terbaik yang dia bisa beli untuk anak-anaknya. 

Begitupula Ibunya, yang setiap hari menyuapinya, mendidiknya dan merawatnya dengan sangat baik dan penuh cinta. Tentu Dik, ketika dia datang ke keluarga kita harus kita sambut dengan sambutan paling hangat yang kita bisa. Kita harus mengupayakan cara-cara terbaik agar dia nyaman berbaur dan menyatu menjadi bagian dari keluarga kita. 

Ingat Dik, saat menikah mungkin kamu adalah satu-satunya pelindung dia yang dia harapkan bisa melindungi dia setiap saat. Sebab, Bapaknya yang bisa melindunginya tak bisa lagi dia ajak ke rumah tempat dimana kalian akan tinggal. Maka, lindungilah dengan cara-cara terbaik Dik. Upayakan perlindungan untuknya dan jangan biarkan dia meneteskan air mata karena kamu tidak bisa melindunginya. 

Kelak, jika dia berbeda pendapat dengan Ibu tentang pengasuhan anakmu, maka kamu harus mendengarkan keduanya, bukan membela salah satu. Kamu harus berani menegur yang salah, sekalipun jika Ibu kita yang salah. Tentunya, kamu harus menegur Ibu dengan cara yang paling lembut, sebab bagaimana pun Ibu adalah yang melahirkan kamu ke dunia ini. Begitu pula ketika Istrimu yang bersalah, maka kamu harus menegurnya dengan cara yang paling lembut, jika ada carilah cara yang tidak membuatnya sakit hati. 

Tapi, aku selalu berdoa Dik, semoga Istrimu adalah Istri yang baik terhadap keluarga kita. Yang menganggap kita adalah sebuah keluarga dan menjadikan pelukan Ibu seperti rumahnya juga. Dan kita pun harus memperlakukan dengan sangat baik, sama halnya seperti aku padamu dan juga ibu padamu. Jika Ibu kita khilaf beberapa waktu, maka tugasmu untuk mengingatkan. 

Kelak, aku ingin jadi ipar yang menyenangkan untuk istrimu. Yang tidak kuanggap sebagai ipar tapi adik kandung sendiri. Karena, dengan dia adik kecilku akan menghabiskan waktunya dan tentu dia adalah orang yang kelak akan menjaga dan merawat dirimu ketika tua nanti. 

Dik, kutitip, tolong berjanji padaku bahwa kamu akan menjaganya dari hal-hal yang membuatnya terluka. Dari segala sesuatu yang membuatnya kecewa, pun dari segala sesuatu yang membuatnya menangis. Jangan sampai dia menangis sendirian sedang kamu tidak tahu apa yang dia tangisi.

Jika terbesit hati untuk menyakiti, maka bayangkalah diriku, seorang Perempuan yang juga mendedikasikan hidup untuk menjadi Istri dari seorang laki-laki yang juga awalnya asing di keluarga kita, tentu kamu ingin aku diperlakukan sangat baik olehnya, maka Dik, perlakukan kelak Istrimu dengan cara terbaikmu. 

Istrimu akan jadi Ibu dari anak-anakmu. Bagaimana anak-anakmu memperlakukan Istrinya, tergantung dari kamu memperlakukan Ibunya. Berbaik-baiklah padanya Dik. Jangan sampai ada tetesan air mata kesakitan maupun kecewa yang turun dari pelupuk matanya. 

Jadilah Suami yang memang layak dihormati sebagai Suami, bukan karena kewajiban seorang Istri berbakti pada Suami. Jangan berlindung dibalik tameng apapun untuk menjadi Suami yang dihormati, tapi buktikan karena engkau memang layak menjadi Suami yang ditaati. 

No comments