[CERPEN] : Seorang Anggota Dewan yang Pingsan Ketika Upacara Bendera


Pria paruh baya dengan kumis yang melintir dua senti dekat kehidung itu sedang gusar. Sejak tadi ia hanya bolak-balik tidak karuan sambil menempatkan tangannya dikepala. Sesekali dia menengadahkan kepalanya ke atas lalu kembali bolak-balik sambil kembali berpikir. Lalu, dia duduk disebuah kursi kayu tanpa sandaran. 

Kursi itu terbuat dari pohon jati kualitas nomor satu. Tidak ada yang berani duduk dikursi itu selain dia. Orang yang boleh duduk dikursi tersebut hanyalah para anggota dewan. Siapa saja yang berani duduk dikursi tersebut ia akan langsung dipenjara karena berarti dia tidak menghargai para wakil rakyat.

Seorang perempuan yang berparas cantik meski sudah berumur datang mendekat kepadanya. Konde yang rapih dan lipstik warna merah menyala serta dibalut kebaya jawa membuat perempuan tersebut sangat anggun meski sudah berumur. Dia menepuk pundak pria tersebut yang ternyata adalah suaminya. Sebagai seorang istri yang baik tentunya ia harus menemani sang suami dalam berbagai kondisi, termasuk dalam kondisi tidak jelas sekalipun seperti saat ini.

Wangsa melihat sang suami yang benar-benar kebingungan. Wajah suaminya mulai pucat pasi. Jangankah tersenyum, Maja hampir lupa cara bernafas. Lalu, sesekali dia menarik nafas panjang dengan maksud menenangkan hatinya. Namun, detak jantungnya yang tidak karuan membuat nafasnya jadi tersengal-sengal.

"Kampret emang si Tarum, dia tumbalkan aku kalau begini caranya," kata Maja mengumpat.

"Hus, mulut itu dijaga sampean udah jadi wakil rakyat," kata Wangsa.

"Wakil rakyat opo nduk? Semalaman aku tidak bisa tidur hanya memikirkan apa yang aku katakan diupacara nanti,"

"Sabar, kamu sendiri yang menerima pinangan partai politiknya,"

"Manusia-manusia goblok, aku yang wong edan kayak gini bisa juga kepilih jadi anggota dewan,"

"Mungkin orang-orang sudah pusing dan bingung mau milih siapa. Berhubung wajahmu lumayan tampan jadilah mereka memilihmu.

Mereka bahkan tidak peduli pada program-programmu nanti,"

"Jadi mereke milih aku gara-gara aku tampan yah?"

"Entahlah, kalau aku sih iya," kata Wangsa mencoba menggoda Maja.

"Ah adinda istriku tersayang, kamu ini pandai bikin aku deg-degan,"

"Masa udah 20 tahun nikah aku puji masih deg-degan sih mas?"

"Mau kubuatkan teh?" lanjut Wangsa.


"Tidak usah, aku tidak nafsu makan dan minum hari ini," kata Maja.

Maja menyuruh istrinya duduk. Dia menatap istrinya sangat lama. Lalu, dia memegang kedua tangan istrinya dan meletakannya dipahanya.

"Bagaimana kalau aku mundur saja?" tanya Maja.

"Tidak bisa. Kamu akan terlihat seperti pengecut dimata orang-orang," jawab Wangsa.

"Sudah banyak orang pengecut dinegeri ini mas, masa kamu mau ikut-ikutan juga," lanjut Wangsa.

"Gimana yah jadi orang-orang yang engga punya kemampuan apa-apa terus nyalonin jadi wakil rakyat?"

"Lah, sampean tanya diri sendiri lah. Sampean engga punya ilmu apapun, bangun aja kesiangan, ngomong aja belepotan, eh kepedean nyalonin jadi anggota dewan,"

"Aku kan pengusaha, uangku banyak,"

"Dipikir mimpin orang-orang pake modal uang saja? Sampean disuruh pidato aja gelagapan,"

Dengan perasaan yang campur aduk Maja melangkahkan kakinya menuju lapangan. Dia sengaja memperlambat langkahnya agar tidak cepat sampai. Namun, usahanya sia-sia karena lapangan upacara tidak jauh dari pendopo tempat ia tinggal.

"Selamat pagi, Maja. Kamu yang pimpin upacara pagi ini yah," kata seorang pria yang jauh lebih tua dibandingkan Maja.



Maja hanya menganggukan kepala. Dia sangat kebingungan akan berpidato apa nanti ketika dibagian amanat Pembina upacara. Maja berharap waktu bisa berhenti dan ia akan cari contoh pidato diinternet terlebih dahulu agar bisa dipuji banyak orang karena dia adalah orator ulung meski bahasanya adalah jiplakan hasil pencarian diinternet. Persetan dengan kata orang pidato tersebut hasil jiplakan yang penting Maja ada bahan untuk bicara di depan.

Udara cukup panas. Banyak peserta upacara yang pingsan. Maja semakin panik jangan-jangan rakyatnya malu punya wakil rakyat seperti dia. Jangankan bicara soal kebijakan internasional, bicara soal kenapa beras bisa impor saja Maja tidak tahu, jangankan bicara kesejahteraan rakyat, browsing diinternet saja Maja masih gaptek. Tangan Maja mulai gemetar dan matanya mulai kunang-kunang.

"Brukkkkkk!"

Maja terjatuh dari mimbar Pembina upacara. Semua orang yang menghadiri upacara pertama yang dipimpin oleh Maja pun panik. Tim medis pun segera menangani Maja. Sang istri yang berada di pendopo langsung menuju ke istana untuk melihat keadaan suaminya. Ketika melihat sang suami yang ditidurkan dengan celana pendek Wangsa malu melihatnya. Dia baru ingat tadi pagi suaminya menggunakan celana yang kekecilan. Sudah 10 menit sejak direbahkan dikursi istana, Maja tidak sadarkan diri. Wangsa pun panik karena takut terjadi apa-apa pada suaminya. Dia mencoba membangunkan Maja namun usahanya sia-sia.

***

"Aku tidak mau dibawa ke rumah sakit," teriak Maja.

Maja mengigau. Sang istri yang tidur disampingnya terbangun. Maja tertidur dengan menggunakan kaos singlet dan juga celana boxer 100 ribu tiga yang istrinya beli di pasar malam. Sementara itu, istrinya menggunakan daster sehaga 35 ribu yang dibeli ditempat yang sama dimana istrinya membelikan celana untuk Maja.

"Sampean mimpi apa?" tanya Wangsa.

"Aku mimpi jadi anggota dewan, Nduk. Tapi, pas upacara pertama aku malah pingsan di lapangan," kata Maja.

"Mbok ya kalau mimpi sadar diri juga sih mas. Mimpi kok ketinggian, tidak ngukur diri kamu itu namanya," kata Wangsa sambil tertawa lalu kembali menutup matanya.

"Tapi," kata Maja.

"Apa?" tanya Wangsa.

"Aku lupa mempersiapkan teks pidatoku,"

"Lah anggota dewan kan ada staffnya mas, tidak usah repot-repot cari naskah pidato,"

Maja hanya terdiam mendengar apa yang dikatakan istrinya. Bagaimana pun dia harus mengakui bahwa sang istri sedikit lebih pintar darinya.

"Tidur mas, besok kamu harus cari rongsokan yang banyak bekal Singo sekolah," kata Wangsa.

Maja hanya bisa menelan ludah. Dia kembali teringat tugasnya sebagai seorang Ayah yang harus bekerja untuk membiayai anaknya sekolah bukan sebagai seorang anggota dewan yang harus menyiapkan teks pidato diupacara bendera.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Cerpen | Seorang Anggota Dewan yang Pingsan Ketika Upacara Bendera", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/via1203/5b039aecdd0fa8591f1375f4/seorang-anggota-dewan-yang-pingsan-ketika-upacara-bendera?page=4&page_images=1

Kreator: Via Mardiana


No comments