[CERPEN] : Suatu Hari Ketika Bapak Marah Saat Aku Bilang Mencintai Seorang Pria

Sumber gambar : http://gaunjogja.com/ayah-aku-pamit-sebagai-anak-perempuanmu-waktunya-telah-tiba-bagiku-untuk-segera-jadi-istrinya/


             “Pak, aku jatuh cinta,” kataku sehingga membuat
Bapak terbatuk-batuk. 
Aku melihat perubahan mimik wajah Bapak menjadi sedih. Tadinya Bapak sedang membaca koran ditemani secangkir teh panas di teras rumah. Sudah lama Bapak tidak meminum kopi karena aku memarahinya. Sudah lama juga Bapak tidak merokok, aku juga yang memarahinya. 
“Bapak kenapa?” tanyaku sambil memperhatikan wajah Bapak.
“Haha. Tidak, Bapak tidak apa-apa. Kamu sudah baca berita hari ini?” tanya Bapak.
“Ih Bapak, aku kan sedang cerita tadi. Kenapa Bapak malah balik bertanya. Huh!” kataku kesal karena Bapak tidak sedikit pun merespon apa yang aku katakan barusan. 
“Bapak harus ke gudang, mau benerin meja di dapur,” kata Bapak.
“Ih Bapak aku malah ditinggalin,” aku semakin kesal melihat tingkah laku Bapak yang seperti khawatir dan linglung secara bersamaan.
Aku melihat punggung Bapak yang semakin menjauh menuju gudang di samping rumah. Tubuh itu dulu tinggi besar, ototnya benar-benar besar. Aku sering diayun oleh tangan itu. Sekarang Bapak sudah berumur, olehkarena itu aku memarahi Bapak ketika Bapak hendak minum kopi dan merokok.
***
Aku adalah anak perempuan satu-satunya, kedua adikku adalah laki-laki. Setelah Ibu, sudah pastilah aku perempuan kedua yang akan dijaga Bapak, sampai kapan pun. Aku tahu, saat ini aku sudah dewasa. Usiaku sudah 22 tahun, artinya aku sedang berproses menjadi seorang perempuan. Bukan anak perempuan lagi. Sudah jelas, sudah masaku untuk jatuh cinta. Sebenarnya, jatuh cinta itu boleh kapan saja. Tapi kupikir umur yang sekarang adalah jatuh cinta dalam artian sebenarnya bukan untuk main-main lagi.
Sebelumnya aku tidak pernah banyak bicara tentang laki-laki pada Ibu ataupun Bapak. Karena memang untuk urusan percintaan aku sangat tertutup. Lagian, dulu kupikir tidak begitu penting untuk menjalin hubungan. Tapi kalau sekadar suka-sukaan, ya begitulah lumrahnya seorang anak manusia. Tapi, kali ini memang aku sedang jatuh cinta pada seorang pria, bukan anak laki-laki.
***
Malam itu aku sedang membaca sebuah novel di kamar. Karena merasa haus aku pun pergi ke dapur. Namun, belum sampai di dapur aku mendengar sebuah obrolan di kamar Bapak. Aku mendengar Bapak menangis. Belum sempat aku mengetuk aku mendengar hal yang membuatku lucu sekaligus sedih. Duh Bapak.
“Tapi Buk. Aku belum siap kalau dia harus ninggalin rumah. Aku masih ingin menjaganya, aku masih kuat kok.”kata Bapak.
“Astaga Bapak, Bapak ini kenapa? Lumrahlah kalau dia jatuh cinta, usianya sudah dewasa. Masa iya kita harus larang dia jatuh cinta sih, Yah.” Kata Ibu.
“Tapi Buk.”kata Bapak.
“Padahal dia pengen tuh kayaknya cerita sama Bapak, eh Bapak malah gak nanggepin. Kapan lagi coba dia bakal cerita? Huh, katanya mau jadi temen dia.”kata Ibu.
“Kalau begitu Bapak mau ke kamarnya, suruh dia cerita lagi deh Buk.” Kata Bapak.
“Janganlah, sudah malam dia harus istirahat.”kata Ibu.
“Oh iya yah. Sudahlah Buk. Ayok tidur,” kata Bapak.
Aku tertawa kecil. Sebegitu tidak inginkah Bapak aku tinggalkan? Sampai bilang bahwa dia masih kuat untuk menjagaku. Bapak, Bapak. Aku segera kembali ke kamar dan lupa dengan rasa hausku. Tiba di kamar aku berpikir tentang Bapak.
Bagi seorang Bapak, menjadi teman anak perempuannya adalah suatu kebanggaan. Bapak bukanlah orang yang lembut tapi bisa menangis ketika aku bilang aku sedang jatuh cinta. Aku merasakan cinta Bapak yang sesungguhnya saat ini, ia belum ingin ditinggalkan anak perempuan satu-satunya ini.
“Tapi Bapak, aku sudah dewasa. Bilamana suatu hari nanti, atau bisa besok juga ada seorang laki-laki yang ingin menikahiku.”kataku dalam hati.
Bapak bukanlah sosok romantis, huh. Tapi dia ‘protector’ pribadiku selama ini. Mana bisa Bapak tega aku pulang sendirian? Dengan motor bututnya Bapak menjemputku habis kuliah agar aku sampai di rumah sesegera mungkin tanpa kemalaman.
.***
Pagi hari seperti biasa, Bapak sedang membaca koran di teras rumah. Sudah dua tahun Bapak pengsiun, jadi kesehariannya dihabiskan dengan membaca dan mengurus perkebunan usaha keluarga di belakang rumah.
“Pagi Yah.”kataku dengan tersenyum.
“Bahagia sekali kamu. Kenapa?”tanya Bapak.
“Bapak, aku mau nikah yah. “kataku polos.
Seketika Bapak langsung pergi meninggalkanku dan masuk ke kamar. Aku tercengang melihat tingkah Bapak barusan. Ya Tuhan, segitunya Bapak ketika belum rela melepas anak perempuannya? Aku mengejarnya ke kamar, mengetuk pintunya tapi Bapak tidak mau membukanya. Astaga Bapak bocah sekali, kataku dalam hati. Tiba-tiba Ibu datang dari pasar.
“Ada apa ini?”tanya Ibu.
“Bapak langsung pergi pas aku bilang aku mau nikah, Buk.”jawabku.
Ibu malah tertawa.
“Loh kok Ibu ketawa?”tanyaku.
“Bapakmu tuh bocah, dari semalem tuh dia mikirin gimana katanya kalau kamu nikah nanti.”kata Ibu.
“Loh iya Buk?”
“Iya. Sudah ah, Ibu mau masak.”kata Ibu.
“Yah, buka dong pintunya. “teriakku, tapi Bapak tidak membukanya juga.
“Bapak, Bapak. Aku kan masih disini, belum nikah.”kataku.
Aku mengikuti Ibu ke dapur.
“Buk, dulu kakek gitu gak sih sama Ibu?”tanyaku sambil duduk di meja makan sementara Ibu sedang memotong tempe.
“Semua Bapak di dunia ini memang akan mengalami fase seperti itu deh, yah wajarlah dua puluh tahun dijaganya terus nanti bakal ada laki-laki lain yang istilahnya ngambil kamu dari dia. Pasti ada perasaan sedih dong. “kataku.
“Tapi Bapak lebay, Buk.”kataku.
“Bapak khawatir, bila nanti laki-laki yang menikahimu tidak menjagamu seperti Bapak.”kata Ibu.
“Dasar Bapak. Aku kan masih disini. Oya, Buk nanti malam Rio mau dateng kesini.”kataku.
Ibu mendelik memperhatikan wajahku.
“Pacarmu?”tanya Ibu. Aku mengangguk.
“Sejak kapan kamu pacaran?”tanya Ibu.
“Ih Ibu kepo. Rio mau ketemu Bapak.”kataku.
“Ngapain?”
“Kenalan.”
“Oh, calon mantu dong.”
“Haha. Amin deh.”
“Serius kamu?”
“Ah Ibuk. Jangan bikin aku malu.”
“Loh Ibu nanya ini.”
“Haha. “aku tertawa.
“Emang Bapak mau nemuin dia?”tanya Ibu.
“Nah itu. Haha.”
Aku kembali ke kamar Bapak.
Tok tok tok.
Pintunya terbuka dan aku melihat Bapak sedang melihat poto-poto masa kecilku.
“Yah, nanti malam ada yang mau dateng ke rumah.”kataku.
“Dateng tinggal dateng aja. Apa susahnya?”kata Bapak jutek.
“Ih Bapak jutek amat. Namanya Rio. “
“Terus?”
“Ih Bapak kenapa sih?”
“Gak kenapa-napa kok.”
“Dia mau ketemu Bapak.”
“Ngapain? Suruh dia ketemu Ibu aja, Bapak mau tidur cepet.”
“Ih parah Bapak. Ciee Bapak cemburu cie.”kataku meledek.
“Siapa dia?”tanya Bapak.
“Makanya nanti malam kenalan dong.”kataku sambil mencium kening Bapak dan meninggalkan Bapak dikamar.
***
Malam harinya. Rio datang ke rumah. Aku mengantarnya bertemu Bapak di ruang tamu. Wajah Bapak masih jutek.
“Yah kenalin ini Rio.”kataku. Mereka berdua berkenalan.
Tetiba Bapak membuka obrolan.
“Keenanti itu anakku. Anak perempuan satu-satunya. Aku menjaga dia sejak dalam kandungan sampai segede ini. Kamu enak, tinggal cantiknya. Dia sekarang udah cantik, kamu gak harus gantiin popoknya, cebokin pupnya, ngelapin ingusnya. Kamu cukup jagain dia minimalnya kayak aku, kalau bisa jauh lebih baik daripada aku.”kata Bapak.
Aku melihat wajah Rio yang terkaget-kaget mendengar apa yang dikatakan Bapak.
“Bapak.”kataku.
“Kalau kamu Cuma mau kenalan sama aku, sudah cukup silahkan kamu pulang. Kalau kamu mau nikahin anak aku, aku bisa ngobrol sama kamu sampai pagi.”kata Bapak.
Aku bingung, kenapa Bapak?
Setelah kaget dengan perkataan-perkataan Bapak, selanjutnya aku dikagetkan oleh tingkah Rio. Dia mendekati Bapak lalu mencium tangan Bapak.
“Saya mau nikahin anak bapak.”kata Rio.
Aku seperti disambar petir malam-malam. Dua orang laki-laki dihadapanku membuat aku ‘cengo’. Perasaan sebelumnya aku tidak pernah membicarakan hal serius tentang pernikahan dengan Rio, tapi malam ini dia berani sekali bilang pada Bapak mau nikahin aku.
Tiba-tiba Bapak memeluk Rio sambil menangis.
“Dia anakku, dia anak perempuanku.”kata Bapak.
Seketika aku menangis melihat tingkah Bapak yang memluk erat Rio, seakan-akan tengah memberikan mandat pada Rio. Padahal ini adalah pertemuan pertama Bapak dan Rio. Tapi mereka bisa sedekat ini, seperti sedang bicara dari hati ke hati.
***
Malam ini kulalui dengan rasa haru dengan hal-hal yang tak terduga. Belum pernah melihat Bapak menangis seperti itu, pun belum pula melihat Rio seperti menjadi anak kecil dihadapan Bapak. Malam ini juga Rio benar-benar meminta izin untuk menjalin hubungan denganku pada Bapak. Bapak memang masih ragu tapi Bapak memberikan kami izin. Katanya bulan depan Rio akan segera membawa kedua orangtuanya ke rumah.
            Aku pernah membaca sebuah tulisan tentang tangisan seorang Bapak. Katanya, tangisan paling sedih bagi seorang Bapak adalah ketika hari dimana anak perempuannya menikah, diucapkanlah ijab dan qabul hari itu sebagai tanda bahwa ada yang mengambil anak perempuannya dari tangannya, untuk lebih dibahagiakan.
Bagi kita mungkin mustahil sekali seorang Bapak yang merupakan orang terkuat di keluarga pada hari pernikahan anak perempuannya menjadi manusia paling lemah. Dia memang akan menjaga tangisnya di depan, tapi dibelakang bisa saja ia menangis tersedu-sedu melihat engkau bersanding dengan laki-laki yang menjadi suamimu kelak. Tapi sungguh, itu bukanlah airmata penyesalan tetapi air mata kebahagiaan seorang Bapak melihat anak perempuannya telah menjadi seorang istri dari laki-laki dipilihnya. Kita akan menyangka bahwa Bapak tidak mungkinlah menangis, tapi pada hari pernikahan anak perempuannya Bapak bisa menjadi orang paling sedih di dunia.
***
Hari pernikahnku tiba. Singkatnya, aku sudah menjadi istri dari Rio. Dua hari pertama setelah menikah aku tinggal dirumah Bapak dan Ibu sebelum pergi mengikuti Rio tugas di Kalimantan. Seperti biasa, Bapak sedang membaca koran di teras. Aku membuatkannya kopi tapi tidak banyak. Hanya setengah gelas. Lalu aku simpan sebuah kertas ditatakannya.
“Aku bikinin Bapak kopi nih, kayaknya Bapak rindu ngopi. Tapi jangan banyak-banyak yah, Yah. Bapak harus sehat, nanti aku marahin Bapak kalau Bapak sakit. Bapak harus sehat, karena Bapak harus lihat cucu-cucu Bapak lahir dari rahim anak perempuan Bapak ini. Bapak, aku sudah menemukan laki-laki terbaik yang Tuhan pilihkan untukku. Sama sekali, dia tidak akan bisa menggantikan Bapak. Sungguh, dia tidak akan menjadi pengganti Bapak. Dia datang sebagai orang baru, seorang laki-laki yang mempunyai misi dalam hidupnya yang sama dengan Bapak, yakni membahagianku. Bapak, aku sudah menemukan pangeranku sekarang, tapi Bapak tetap jadi rajaku. Aku sayang Bapak.”

No comments