Refleksi 28 Januari 2018 : Memutuskan Apa yang Akan Dilakukan


Sejak hari senin tanggal 22 Januari 2018, gue merasa ada yang harus gue perbaiki dalam hidup gue. Entah soal pekerjaan maupun soal diri sendiri. Sejak bekerja, memang gue memutuskan untuk menjadi pribadi yang tertutup. Gue sangat jarang bercerita ataupun menghabiskan waktu bersama orang-orang. Hal itu gue ambil karena satu alasan, yakni : 

Engga ada yang bisa gue percaya!

Lambat laun, apa yang gue pilih sekarang sudah memperlihatkan imbasnya. Gue engga punya teman dekat, sahabat dekat, dan jarang sekali pergi hang-out dengan orang lain. Gue memilih untuk melakukannya sendiri, nongkrong sendiri, cari baju sendiri, dan refleksi diri sendiri. Apakah gue merasa kehilangan? Ya. Gue kehilangan ketawa gue yang lepas. Tapi, entah mengapa gue merasa nyaman dengan semua ini. 

Kalau pikiran lagi mumet banget, gue memilih untuk diam di kamar dan nangis aja. Abis nangis coba pergi ke kedai kopi dan melamun di sana. Gue tahu ini cuma ngehambur-hambur uang karena balik ke kosan gue kembali mikirin hal yang ganggu gue. Tapi, setidaknya beberapa menit gue bisa terhindar dari stress itu. 

Gue tahu, semakin dewasa kita harus segera memutuskan apa yang akan dilakukan. Dan, rasanya gue sangat egois terhadap diri gue sendiri. Gue terlalu memikirkan diri gue sendiri, tapi engga pernah bermanfaat bagi orang sekitar. Gue menikmati gaji yang gue dapet ya sendiri, nongkrong, nonton, tanpa gue mikir bagaimana orang-orang harus berjuang untuk mendapatkan uang senilai yang sama dengan apa yang gue pake buat nongkrong. 

Sewaktu di kantor, gue bercerita sama temen kerja gue hanya sekadarnya. Bahkan gue lebih asyik dengan diri gue sendiri (klo soal ini orang-orang mungkin sudah tahu, gue bahkan sering dikatain autis karena kayak punya dunia sendiri, ya dunia gue tulisan-tulisan yang gue buat yang bahkan bisa gue ajak cerita dengan sangat sabar). 

Gue seperti kehilangan kepercayaan sama orang lain. Gue pernah dikecewakan dan itu rasanya engga enak makanya gue engga pernah mau ngecewain orang lain. Gue engga pernah mau disakitin, maka gue engga akan nyakitin orang. Ketika orang-orang mencibir seseorang lainnya karena attitude, bentuk wajah, atau perilaku gue suka refleksi gimana kalau nanti gue yang digituin, maka gue engga akan melakukan hal itu kepada siapapun. 

Sama halnya dalam kehidupan percintaan gue. Bagaimana gue menjaga jarak kepada setiap lawan jenis sebagai penghargaan kepada pasangan gue. Mungkin bagi orang lain ini sangat alay dan tidak harus dilakukan, tapi itu udah gue lakukan.

Siang ini. Gue kembali mikir, apa sih yang akan gue lakukan? Masa gini-gini aja, ngumpulin duit tapi selalu ada yang mengganjal dihati. Ujung-ujungnya pas lagi sendirian kadang gue suka nangis, kayak dzalim banget sama diri gue dan sama Tuhan. Gue diberikan Tuhan nikmat sehat tapi engga pernah dipake buat ibadah bener, gue diberikan gaji yang cukup tapi jarang banget buat sedekah, gue dikasih waktu banyak tapi jarang banget gue syukuri. 

Kemarin seharian gue nonton mata najwa, kenapa gue memutuskan nonton itu? Gue merasa otak gue butuh makanan, untuk meningkatkan kembali sense of human gue yang kayak udah mati karena orientasi gue adalah kebahagiaan gue sendiri.

Gue takut pernah nyakitin orang, gue takut udah bikin orang sakit hati, gue takut bikin orang lain engga nyaman, gue takut dzalim sama orang lain, gue takut pernah bikin sedih orang lain, gue takut ambil hak orang lain, gue takut harta yang gue makan ada rezeki orang lain, dan gue takut kalau harus sendirian. 

Gue sadar ada dunia gue yang hilang. Tentang bagaimana gue melek sama orang sekitar yang butuh pertolongan. Gue rasa udah jarang banget, hidup gue pagi berangkat kerja sore balik kerja. Engga pernah mikirn soal itu. Maka, suatu hari ketika gue nangis dibentak sama orang lain, gue introspeksi apakah gue pernah ngebentak orang lain? Ketika suatu hari gue dikecewakan orang, apakah gue pernah mengecewakan orang lain? 

Gue nulis postingan ini sambil nangis dan dengerin lagu Endank Soekamti yang judulnya sampai jumpa. Ya, gue ingin sekali berjumpa dengan Via yang sebenarnya. Setelah beberapa bulan ini gue berkelana dan engga jelas lagi jadi siapa. Gue sempat merasa menemukan dunia gue, tapi kemudian sirna karena itu engga berlangsung lama. 

Kadang hanya diri kita sendiri yang akan mengerti mengapa kita melakukan itu. Untuk menjadi perempuan yang kuat, seorang perempuan akan ditempa seberapa kuat dia bertahan. Bertahan untuk tetap menjadi dirinya sendiri dan tetap melakukan kebaikan yang berguna bagi orang banyak. Terkadang mendermakan hidup untuk diri sendiri adalah keegoisan, karena dari harta yang kita kumpulkan selalu ada hak orang lain yang harus kita sedekahkan. 

Jakarta, 28 Januari 2018. 

Sumber gambar : https://www.theodysseyonline.com/strong-woman

No comments