[CERPEN] Setangkai Bunga Mawar Harga 25 Ribu untuk Mas Rizal





Aku duduk bersama mas Rizal di sebuah meja makan khusus berdua yang sudah kupesan satu bulan sebelumnya. Tak masalah uangku banyak terkuras untuk hal ini, sebuah restoran mewah di pusat Jakarta. Aku ingin memberikan kejutan untuk mas Rizal. Sementara aku sibuk akan memulai berkata apa, aku memerhatikan mas Rizal begitu asyik dengan layar smartphonenya. 

“Mas, mas,” kataku menegurnya. 

“Ya,” jawabnya singkat. 

“Masih ada kerjaan pegang hape mulu,” kataku meskipun sebenarnya aku melihat dia sedang scroll timeline Instagram.
 
“Apa sih kamu?” katanya sedikit kesal. 

“Engga, nanya aja. Daritadi sibuk banget soalnya.”

“Ya kamu tinggal ambil hape kamu aja, beres. Jangan bikin ribet deh.”

Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu kuserahkan sebuah jam tangan sebagai kado dihari ulangtahunnya yang ke 25. 

“Selamat ulang tahun ya mas,” kataku.

Mas Rizal menaruh smartphonenya lalu melihat kearahku. 

“Beli berapa kamu?” tanya dia.

Demi Tuhan, aku sangat tidak mengharapkan dia bertanya hal tersebut. Aku sedikit kecewa dengan mas Rizal saat itu.
“Makasih yah, ayok makan,” katanya. 

Malam itu berjalan sangat biasa sekali. Mas Rizal tidak begitu menikmati waktunya bersamaku sepertinya. Sementara aku, rasanya ingin menangis saat itu juga. Ini bukan soal hitung-hitungan, tapi dia tidak tahu bagaimana aku mempersiapkan semua ini untuk satu malam yang sangat istimewa untuk mas Rizal, ya ulangtahun dia. 

Bagiku memberi kejutan kepada orang-orang yang kusayang adalah hal yang harus diperjuangkan. Itu juga yang aku lakukan diulangtahun mas Rizal, tapi rasanya ada yang begitu membelengguku kali ini. Secara tidak hormat, bisa saja aku meninggalkan mas Rizal saat itu. Aku sakit hati ketika dia memilih asyik menatap layar smartphonenya daripada mengobrol denganku.

“Aku mau pulang mas,” kataku.

“Yaudah ayok,” kata mas Rizal.

Lagi-lagi aku kecewa, aku berharap mas Rizal berkata, “Tunggu dulu sayang, ini kan hari ulangtahunku.”
***
Hari ini adalah hari jadi kami yang ke-4. Sama seperti hari-hari special lainnya, aku selalu menyiapkan hal ini dengan sedemikian rapi, meskipun acapkali tanggapan mas Rizal sangat biasa terhadap apa yang aku lakukan. Tapi, ya tak mengapalah mungkin ini konsekuensi yang harus aku terima karena sangat menyayangi mas Rizal. Sekarang, memastikan mas Rizal sehat dan baik-baik saja jauh lebih penting.

Sebuah café di tengah kota aku reservasi untuk merayakan hari jadi kami yang ke-4. Suasananya pun aku buat berbeda, disini jauh lebih sepi. Hanya ada beberapa meja dan terlihat sangat ekslusif. Aku mengirimkan pesan kepada mas Rizal untuk menemuiku di café tersebut. Awalnya mas Rizal menolak, tapi setelah aku paksa, akhirnya dia pun mau untuk datang. 

Sebuah meja dengan dua kursi dan tatanan makanan yang rapi. Dari sini, kita bisa melihat Jakarta yang tidak pernah sepi setiap harinya. Tempatnya sepi dan tidak ada alunan musik-musik romantis.
Selembar kertas teronggok di depan mas Rizal. Dalam sibuknya memainkan layar smartphone, aku menitipkan sebuah kertas kepada pelayan untuk diberikan kepada mas Rizal, sebab aku memilih diam di rumah. 

Untuk mas Rizal, 

Selamat hari jadi yang ke-4 ya mas, aku siapkan semua ini untuk kamu. Ada kue kesukaanmu. Lalu, segelas es teh manis dan juga satu gelas air putih. Kamu sudah lelah bekerja seharian dan sering kali lupa minum air putih. Bibirmu sekarang semakin menghitam gara-gara kamu kebanyakan merokok, aku juga bingung beberapa kali aku menegurmu tapi mas malah lebih memarahiku.

Aku tidak terlalu berharap mas Rizal ingat hari jadi kita. Dengan mas Rizal berhasil menjaga kesehatan dan tidak sakit saja aku sudah senang. Aku juga tahu, mas Rizal tidak begitu suka hal yang romantis. Tapi, beginilah aku, mas. Aku menghargai setiap momen yang sudah kita lewati berdua sampai hari ini.

Ada setangkai mawar yang sengaja aku beli untuk kamu, mawar ini sederhana harganya hanya 25 ribu jika nanti kamu tanya berapa harganya. Mungkin juga tidak semenarik layar smartphone yang tak ketinggalan kamu usap setiap harinya, tapi aku tulus memberikannya untuk kamu.

Aku siapkan semua ini untuk kamu dan sengaja aku tak hadir di depanmu di hari jadi ke-4 agar kamu leluasa menatap layar smartphonemu tanpa ketakutan aku menemukanmu sangat asyik bermain Instagram atau mencari akun perempuan-perempuan lain.

Aku ada di rumah saat kamu membaca ini. Aku selalu memperhatikanmu bahkan dalam sibukku sekalipun. Nikmatilah malam ini mas. Sebab, waktu tak pernah kembali seberlutut apapun kita memohon kepadanya. Aku tidak kemana-mana, kamu bisa mengirim pesan kepadaku ketika kamu selesai dengan aktivitas memainkan layar smartphonemu aku akan menemuimu.

Saras,
***
Jam menunjukkan pukul 21.30. Malam yang sangat berat bagiku karena berharap menikmati sebuah waktu berdua dengan kekasihku, tapi aku memutuskan untuk meninggalkannya sendiri di café tersebut. Aku sudah memakai setelan tidur, namun tiba-tiba sebuah mobil berhenti di halaman rumahku. 

“Ras, Ras, “ sebuah teriakan dari pintu depan membuatku langsung beranjak dari kasur.

Suasana hujan malam itu membuat mas Rizal kebasahan karena berjalan dari halaman ke depan rumah. Aku melihatnya dengan tatapan bingung apa yang mas Rizal lakukan. 

“Ada apa mas?” tanyaku.

“Bagaimana aku menebus semuany?” tanya mas Rizal.

“Menebus apa?”

“Kesalahanku.”

Aku diam karena bibirku rasanya sangat kelu untuk berkata. Mas Rizal menatapku. 

“Aku tidak tahu,” jawabku. 

“Aku tahu kok mas, saat kita makan berdua kamu melihat perempuan-perempuan lain di Instagram,” kataku menahan tangis.

“Hal itu simple sih mas, akunya saja yang alay,” lanjutku sambil tertawa padahal rasanya sakit sekali.

“Tapi mas perlu tahu, waktu engga bisa kembali. Rasanya sayang aja jika pas kita ketemu mas lebih asyik memilih main hape.”

Tangis mas Rizal pecah dan aku memilih untuk tidak melakukan apapun selain mematung di depan pintu melihat hujan yang turun semakin deras malam ini. Kali ini, aku memilih tegas terhadap perasaanku sendiri dan juga tegas kepada mas Rizal. 

“Selamat hari jadi yang ke 4 ya mas, “ kataku lirih masih dalam keadaan berdiri tanpa melihat wajah mas Rizal. 

Sumber gambar : http://donna.nanopress.it/amore/poesie-romantiche-da-dedicare-ad-una-ragazza/P288519/

No comments