Seandainya Tuhan Tidak Menciptakan Rasa Cemburu

Sumber gambar : google.com

Long time no write, huah! Bukan so sibuk, tapi sedang mengerjakan beberapa hal yang butuh konsentrasi penuh.

Ini curhat? Bukan, tapi kayaknya ingin nulis aja dan asyik (bagi saya yah) sekadar hiburan aja karena sekitar seminggu vakum di blog.

Pernah cemburu? Wajar.

Ada cerita ketika seorang istri marah-marah akan menemukan sebuah pesan di handphone suaminya dari seseorang yang tidak dikenal yang mengirimkan emot 'cium'. Coba bayangkan jika kamu jadi istrinya? Kesel? Pasti. Jengkel? Pasti. Terus apa yang ingin dilakukan? Nyakar yang kirim pesan kan?

Seorang suami yang melihat istrinya diantarkan pulang oleh laki-laki lain sampai depan rumah, lalu marah-marah pada istrinya dan rasanya ingin menghajar laki-laki tadi.

Itukah contoh hal yang boleh menjadi faktor seseorang cemburu?

Tentu tidak semua mengkategorikan hal yang sama. Kadang diantara pulang oleh teman sekantor itu wajar, tapi ada yang bilang itu tidak wajar.

Nah, saya engga mau bahas soal itunya. Tapi, pernah berpikir engga kalau Tuhan tidak menciptakan rasa cemburu itu? Ketika seorang istri membiarkan suaminya chating sayang-sayangan dengan perempuan lain, atau si suami membiarkan istrinya diantar jemput sama laki-laki lain. Gimana coba?

Saya sih berpendapat kalau hal tersebut terjadi berarti rasa yang mengawali kecemburuan itu udah engga ada. Why? Awalnya adalah perasaan sayang dimana ingin menjaga, merawat, melindungi seseorang. Nah, kalau rasa cemburu udah engga ada artinya udah bodo amat kan sama perasaan sayang tersebut? Karena menurut saya, cemburu tidak akan datang kalau tidak benar-benar sayang.

Iya engga?

Jakarta, 7 Oktober 2017

No comments