Sumber gambar : google.com |
Pagi ini aku kembali ditampar. Sayangnya tamparannya langsung ke hati, bukan tamparan biasa yang biasanya didaratkan dipipi.
Setelah keluar dari kos, aku melangkahkan kaki berencana untuk membeli buah terlebih dahulu. Sayangnya, fokusku ke tukang buah dihapuskan oleh pemandangan sederhana yang membuat hatiku berdecak kagum terhadap sosoknya.
Seorang Bapak dengan menggendong plastik keresek hitam besar, lalu ditangan kanan dan kirinya ada tas-tas wanita yang hendak dijualnya. Beliau tidak menggunakan sepeda motor, dengan sendal jepit dengan tali warna hijau merek swalow beliau tersenyum kepada orang-orang yang ditemuinya berharap ada yang berminat dengan tas jualannya.
Belum selesai disana, beliau tidak membawa payung. Beliau menggunakan 'dudukuy' topi yang sering dipakai petani ketika disawah untuk melindungi kepala dari terik matahari. Beliau tersenyum kepada semua orang sambil setengah berteriak, "Tas Tas Tas". Sayangnya, tidak ada yang berkeinginan membeli tas yang ia jual. Beliau tidak tampak lelah, beliau pacu terus langkahnya mencoba peruntungan ditempat lain. Beliau meninggalkan aku yang terdiam melihat apa yang dilakukannya. Mungkin dalam hatinya dia berkata, "Tak mengapa Tuhan menyuruhku untuk berjuang lebih".
Aku jadi ingat ketika shubuh tadi sangat sulit untuk membuka mata. Rasanya malas sekali untuk bangkit dari tempat tidur. Rasanya berat sekali menyongsong pagi untuk kembali bekerja, masuk pukul 08.00 dan pulang pukul 17.00. Setelah sholat shubuh, aku kembali berguling-guling diatas kasur. Lalu kembali bangkit, menyandarkan tubuhku ditembok berusaha untuk tidak tertidur lagi. Lalu bersenandung kecil, menyanyikan lagu akad payung teduh.
Mataku benar-benar berat untuk terbuka. Huah! Aku sedikit berteriak menstimulasi diri sendiri untuk semangat. Aku mencoba menggerak-gerakan kaki untuk menghindari kantuk. Ya. Begitulah yang aku lakukan untuk kembali belajar bangun pagi setelah sekian lama luput dari kebiasaan itu.
Kembali ke fokus utama bapak-bapak penjual tas tadi. Aku merasa malu, harusnya aku bisa lebih bersyukur dengan kehidupanku hari ini. Aku rasa, tidak ada gunanya aku banyak mengeluh. Diluar sana ada orang yang harus menggunakan full ototnya hanya untuk sesuap nasi. Ya, kita memang harus bersyukur. Tidak semua orang diberikan kesempatan yang sama dengan kita.
Be Thankful, Please.
Jakarta, 13 September 2017
No comments